Friday, 22 April 2016

Sang Pejuang Islam Berhati Baja


Nusaibah Binti Ka'ab - Sahabiyah Ansar Yang Berhati Baja.

Silahkan dibaca dengan perlahan untuk di ambil ibrohnya...

Hari itu Nusaibah sedang berada di dapur.  Suaminya, Said sedang berehat di bilik tidur. 

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. 

Nusaibah menerka, itu pasti tentera musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di kawasan Gunung Uhud.

Dengan bergegas, Nusaibah meninggalkan apa yang sedang dilakukannya dan masuk ke bilik. 

Suaminya yang sedang tertidur dengan halus dan lembut dikejutkannya. “Suamiku tersayang,” 
Nusaibah berkata, “aku mendengar suara pelik menuju ke Uhud. Mungkin orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. 
Dia menyesal mengapa bukan dia yang mendengar suara itu. Malah isterinya. 

Dia segera bangun dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu dia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampiri. Dia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”

Said memandang wajah isterinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan padanya untuk pergi ke medan perang. 

Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju ke utara. 

Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. 

Senyum yang tulus itu semakin mengobarkan keberanian Said.

Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memerhatikan ibunya dengan pandangan cemas. 

Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda yang nampaknya sangat gugup.
“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru sahaja gugur di medan perang. 
Beliau syahid…”

Nusaibah tertunduk sebentar, “Inna lillah…..” gumamnya, 

“Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”

Setelah pemberi khabar itu meninggalkan tempat itu, Nusaibah memanggil Amar. 

Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu menangis?
Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih kerana tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. 
Mahukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

“Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terhapus.”

Mata Amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku ragu-ragu seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk membela agama Allah.”

Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. 

Di hadapan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayahku yang telah gugur.”

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Pagi-pagi seorang utusan pasukan Islam berangkat dari perkhemahan mereka menuju ke rumah Nusaibah. 

Setibanya di sana, wanita yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada khabar apakah gerangannya?” serunya gementar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “Apakah anakku gugur?”

Utusan itu menunduk sedih, “Betul….”

“Inna lillah….” Nusaibah bergumam kecil. 
Ia menangis.
“Kau berduka, ya Ummu Amar?”

Nusaibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatkan? 
Saad masih kanak-kanak.”

Mendengar itu, Saad yang sedang berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putera seorang ayah yang gagah berani.”

Nusaibah terperanjat. Ia memandang puteranya. “Kau tidak takut, nak?”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan itu.

Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya.

Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu akbar!”
Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nusaibah. 

Mendengar berita kematian itu, Nusaibah meremang bulu tengkuknya. “Hai utusan,” ujarnya, “Kausaksikan sendiri aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”

Sang utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau wanita, ya Ibu….”

Nusaibah tersinggung, “Engkau meremehkan aku kerana aku wanita? Apakah wanita tidak ingin juga masuk syurga melalui jihad?”

Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada. 

Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nusaibah. 
Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum. “Nusaibah yang dimuliakan Allah. Belum masanya wanita mengangkat senjata. 
Untuk sementara engkau kumpulkan saja ubat-ubatan dan rawatlah tentera yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.”

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera menenteng bekas ubat-ubatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. 

Dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang perajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terpercik darah di rambutnya. Ia memandang. 
Kepala seorang tentera Islam tergolek terbabat senjata orang kafir.

Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini. 

Apalagi ketika dilihatnya Nabi terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh, Nusaibah tidak dapat menahan diri lagi. 

Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang perajurit yang tewas itu. 
Dinaiki kudanya. 
Lantas bagaikan singa betina, ia mengamuk. 

Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. 

Hingga pada suatu waktu seorang kafir menghendap dari belakang, dan menebas putus lengan kirinya. Ia terjatuh terinjak-injak kuda.

Peperangan terus saja berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nusaibah teronggok sendirian. 

Tiba-tiba Ibnu Mas’ud menunggang kudanya, mengawasi kalau-kalau ada mangsa yang boleh ditolongnya. 

Sahabat itu, begitu melihat sekujur tubuh bergerak-gerak dengan payah, segera mendekatinya. 
Dipercikannya air ke muka tubuh itu. 

Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Isteri Said-kah engkau?”

Nusaibah samar-sama memerhatikan penolongnya. 
Lalu bertanya, “bagaimana dengan Rasulullah? Selamatkah baginda?”

“Baginda tidak kurang suatu apapun…”

“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan? 
Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”

“Engkau masih luka parah, Nusaibah….”

“Engkau mahu menghalangi aku membela Rasulullah?”

Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. 
Dengan susah payah, Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. 

Banyak musuh yang dijungkirbalikannya . 
Namun, kerana tangannya sudah kudung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus. 

Gugurlah wanita itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.

Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. 

Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nusaibah, wanita yang perkasa.”

Subhanallah.
Allahu akbar...
Allahu akbar...
Allahu akbar....

Tanpa perjuangan yg luar biasa dr para sahabat Nabi, mustahil agama Islam sampai kepada kita sekarang, dengan tenang dan damai.
Kita semua berhutang besar kepada mereka.
Mari kita bermunajat kepada Allah utk mendoakan mereka:
Semoga Allah Azza Wa Jalla menempatkan mereka semua di surga disamping Rasulullah. Dan semoga kita bisa bertetangga dg mereka.
Aamiin.

Cr: sharing session 'io

Monday, 11 April 2016

Sahabat Itu.....

Hari ini gue mau sedikit cerita tentang kesayangan gue. Yap kesayangan.
Belakangan ini gue baru sadar ternyata gue bisa punya sahabat lebih dari satu dan udah hampir 4 taun dan berharap bisa sampai seterusnya. haha :)

Cerita ini dimulai dari SD, gue cuma punya satu teman dekat bisa dibilang hampir mirip sahabat, kemana-mana bareng, belajar juga bareng, saling saingan juga buat dapatin ranking *namanya juga bocah*, sampai ibunya dia kenal juga sama ibu gue. Tapi ga berlangsung lama sih, kelas 5 dia udah punya teman baru terus gue ditinggalin gitu aja. kenapa gue bilang ditinggalin? karena dia bersikap seperti ga kenal gue sama sekali. Disitu gue pertama kali ngerasain yang namanya sakit hati, sakit banget ya ternyata, sampai nangis ke nyokap. Tapi saat itu gue malah dimarahin. Kata nyokap "makanya kalau punya teman tuh jangan satu dan itu-itu aja. Belajar temanan juga sama yang lain, jadi kalau ditinggalin ga nangis". haha bukannya gabisa berbaur, tapi gue ga gampang bisa dekat dengan orang, mungkin kalau teman sekedar teman, kalau kenal sekedar kenal, gabisa "setset" langsung bisa kemana-mana bareng, apa-apa bareng. Tapi ga lama setelah itu, gue akhirnya punya teman dan lebih dari satu. Ya macam geng-geng anak SD bocah gitulah. haha :D
Sayangnya waktu SMP kita ga samaan, gue lanjut masuk SMP islam, mereka ada yang masuk SMP negri dan yang satunya pesantren. :(


Dan taunya waktu SMP, kita (gue dan teman dekat gue dulu yang ninggalin itu) masuk sekolah yang sama lagi, akhirnya gatau gimana caranya kita pun sahabatan lagi, sampai akhirnya di kelas 8 (2 SMP) kita beda kelas, dia punya teman baru dan gue pun juga. Awalnya kita masih sering dekat lama-lama udah kayak orang ga kenal (lagi). haha kali ini tanpa nangis karena saat kelas 8 itu gue punya geng dan entah kenapa, apa itu dimulai jamannya anak-anak alay kali yak, gue satu geng berempatan dan namanyaaa deuuh super aneh. Ngakak aja kalau ingat-ingat masa itu. Dimana kita masing-masing orang punya buku macam buku curhatan gitu dan buku itu tiap minggunya digilir dan diisi. Oh men! buku itu masih ada sampai sekarang dan malu banget kalau di baca lagi. Ga nyangka gue bisa sealay itu DULU. DULU loh ya DULU. >.<  
Waktu itu sih semuanya indah dan berjalan muluuuss, sampai satu per satu teman-teman gue dari geng itu pacaran. And then, kalian pasti taulah pacar is more important than friend. Mirisnya satu-satunya dari geng itu yang ga pacaran cuma gue, alhasil gue yang ditinggal sendirian >.<. Kita masih sering ngumpul sih tapi cuma di sekolah aja, kalau udah diluar sekolah yaudah mereka sibuk sendiri sama pacarnya. Padahal dulu sebelum mereka punya pacar, kita kayak anak ga ada kerjaan gitu. Kirim-kirim SMS berempatan, telponan grup gitu berisik banget. Yap itulah yang terjadi sebelum makhluk bernama laki-laki menyerang. Dan kenapa saat itu gue ga ikut pacaran juga? Karena gue takut dengan yang namanya lelaki, sempat sih dijodoh-jodohin sama mereka. Tapi kayak ga ada tertarik gitu buat pacaran saat itu. -..-  

SMA. Saat SMA pun sama punya teman banyak tapi yang dekat satuu juga. Lucunya kalau kita lagi berantem, masing-masing langsung nyari teman sendiri-sendiri gitu haha 3 taun kita duduk bareng, kerjaannya main terus, sama juga tiap malam suka smsan ga jelas, tapiii ya semua berubah sampai datang makhluk yang bernama lelaki ini. Saat itu ya udah ga kayak biasanya aja walaupun tetap masih dekat tapi pasti ada yang berubah kalau udah datang yang namanya pacaran. -_-

Kuliah. Awalnya disini ngerasa ga punya teman dekat, semuanya sama teman biasa aja. Paling ciwi-ciwi kelas yang selalu barengan mungkin karena kita dikitan kali yaah, dari mulai makan ke kantin bareng, ngemas gondrong bareng, telat masuk ke kelas bareng, ngemall bareng (meskipun kita kebanyakan wacananya) :p, hobi berisik di kelas pun juga samaan -.- 
Sampaiii akhirnya gue ketemu mereka, kesayangan gue.
Kita bukan teman satu kelas, kita juga beda wajihah (organisasi), kita bukan teman sekosan, kita juga bukan teman sejurusan, tapi pasti ada alasan kenapa dari sekian banyak, Allah SWT mempertemukan kita dalam lingkaran ini. :')
Udah hampir 4 taun sama-sama, udah saling ngenal gimana kepribadian saudaranya masing-masing, walaupun udah ngenal bukan berarti ga pernah ribut sih haha. Tapi kan katanya berantem itu tanda peduli, berantem itu tanda cinta. Harus dipertanyain kalau udah bersama lama tapi ga pernah berantem pasti banyak yang dipendamnya itu. *ngeles ajee* :p 

Belakangan ini gue baru benar-benar menyadari makna dari rukun ukhuwah: Taaruf, Ta'alluf, Tafahum, Tanashuh, Ta'awun, Takaful, I'tsar. 
Yang pertama Taaruf dan Ta'alluf (kesatuan hati), dimana pada masa ini saling mengenal dan mencintai karena Allah SWT. Yap I feel that, awalnya kita masih saling mengenal dan lama-lama saling menyayangi karena Allah SWT. Pertama-tama emang gue ngerasa ga akan bisa berbaur dengan mereka, kerudung gue yang saat itu lebih pendek dari kerudung mereka, ilmu mereka yang tinggi, pemahaman agamanya yang luas, basic mereka semua yang baik-baik, ga kayak gue yang masa lalunya nakal T.T. Karena gue merasa minder duluan, merasa ga akan bisa berbaur, otomatis gue membuat jarak sendiri dengan mereka, sebenarnya lebih karena gue takut dan malu kalau mereka tau masa lalu gue, karena saat itu gue juga tergabung dalam ADK. Tapi kesini-kesini gue baru sadar, kalau pemikiran gue saat itu salah, mereka kan bukan orang suci yang ga pernah punya salah, walaupun ga sebesar kesalahan gue di masa lalu sih. 
Saling menyayangi karena Allah SWT, bisa diliat kalau ada diantara kita ada yang sakit, langsung di PM ditanyain sakit apa, mau dibawain makanan apa, bahkan kalau ga ada yang nungguin di kosan mereka rela nemenin di kosan sampai kadang ada yang ngebelain skip kuliah. :')
Yang selanjutnya Tafahum dan Tanashuh, Saling memahami dan menasehati jika terjadi kesalahan pada saudara kita. 
Sudah bisa lah yaa dibilang saling memahami, karena kita gabisa nuntut untuk selalu dipahami kalau kitanya sendiri ga mulai memahami orang lain. Nah, saling menasehati ini.. Ini yang paling ngebuat gue terharu dan jadi sayaang banget sama mereka. Karena di masa masih kuliah ini, gue sempat ngelakuin kesalahan lagi. Jatuh cinta sebelum waktunya. Tapi saat itu ga ada satupun dari mereka yang tau, gue juga gamau cerita ke mereka karena takut ditabayyunin, bukan karena ditabayyuninnya sih tapi lebih ke penyebaran beritanya. 
Suatu waktu kita-kita buat acara main bareng dan disana main truth or truth. Kita semua saling jujur-jujuran sampai ada yang nangis-nangisan juga. Saat itu akhirnya gue ceritain semua tapi tanpa menyebut nama sih, karena perjanjiannya gaboleh ada yg ditutupin dan gaboleh sebut nama orang. 
Daaan ternyata hasil ekspektasi sama kenyataannya berbeda, yang gue takut kalau nantinya gue cerita, mereka bakal abcdesampaiz, malah kebalikannya. Mereka menenangkan, menasehati harusnya gue kayak gimana, sampai mereka kasih gue cerita-cerita bagus biar gue bisa ngelupain dan hijrah jadi yang lebih baik lagi. :')
Ta'awun, Takaful dan I'tsar, yaitu saling tolong menolong, merasa senasib dan mendahulukan saudaranya. Kalau yang ketiga terakhir ini sih belum terlalu keliatan. Tapi kadang kita berusaha saling mengerti aja kalau ada yang ngebutuhin. 

Yang gue pelajari dari mereka adalah, sahabat itu seperti rezeki datang dari arah yang ga disangka-sangka, sahabat itu bukan mereka yang hanya menyalahkanmu tapi juga dia yang mau membantu memperbaiki kesalahanmu. Dari dulu pas ngeliat mbamba kerudung gede temenan rame-rame, berharap banget bisa sahabatan yang kya gitu. And now, Alhamdulillah Allah SWT mempertemukan gue dengan teman-teman gue sekarang ini. 
Jadi ingat cerita Ibnul Jauzi yang berpesan ke sahabat-sahabatnya sambil menangis, "Jika kalian tidak menemukanku nanti di surga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah SWT tentang aku: "Wahai Rabb kami... HambaMu si fulan, sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang Engkau... Maka masukkanlah ia bersama kami di surga-Mu.""
Cerita ini tentang sahabat yang mampu membebaskan sahabatnya dari siksa yang begitu pedih, siksa neraka yang menyakitkan. Seperti sebuah hadits yang menjadi dasar dari perkataan Ibnul Jauzi di atas. Hadits tentang penghuni surga yang tidak menemukan sahabat mereka di surga:

"Yaa Rabb... kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami, dan berjuang bersama kami."
Maka Allah berfirman:
"Pergilah kamu ke neraka, lalu keluarkanlah sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarah." (HR. Ibnul Mubarak dalam kitab "Az-Zuhd")


Seperti pesan Imam Al-Hasan Al-Bashri, “Perbanyaklah Sahabat-sahabat Mu’min-mu, karena Mereka memiliki Syafa’at pada hari kiamat.”

Walaupun gue belum sebaik kalian, masih belajar hijrah supaya ilmunya lebih banyak lagi, masih belajar juga supaya ga ngegalauin yang ga penting lagi, tapi tolong tanyakan aku kepada Allah jika kalian ga menemuiku di SurgaNya dan  Semoga Allah mempertemukan kita lagi di surgaNya.  Aamiin. :')
Uhibbukuma fillah ukhti-ukhtikuu ♥♥


Wednesday, 6 April 2016

Kepada Siapa Saya Harus Berbakti?

Garagara nonton sinetron tentang ibu di TV. Kali ini gue mau nulis tentang obrolan gue dan mama beberapa waktu lalu saat pulang ke rumah. Waktu itu gue lagi bantuin mama masak (lebih tepatnya ngeliatin aja sih) haha ><
Mama nanya gimana keadaan kampus dan gatau gimana caranya tibatiba nyerempet ke JODOH. As usual -.-

G: teman uni pernah bilang ma, katanya kalau seorang perempuan telah menikah maka dia wajib berbakti yg pertama pada suaminya yg kedua mertuanya. Trus dia bilang siapa yg harus berbakti ke orngtuanya kalau nanti dia nikah. Karena itu uni juga ikut mikir, uni perempuan ade juga perempuan. Trus siapa yg harus berbakti ke papa sama mama. Uni jadi ikut takut nikah juga. :(

M: iya emang benar kya gitu. Tapi kalau uni jadi mikir yang begitu berarti salah cara mikirnya

G: lah emang gimana ma?

M: itu untuk kasus jaman dulu dimana belum ada komunikasi. Dulu waktu zaman Nabi, ada seorang istri yang ditinggal suaminya berperang. Terus sebelum pergi, intinya suaminya bilang, "sebelum aku pulang kamu jangan pergi kemanapun dan jangan tinggalkan rumah ini". Nah istri tersebut taat sama perintah suaminya sampai suatu hari, datang orang bawa berita kalau ibu perempuan itu sedang sakit parah dan datang ke rumahnya buat ngajak perempuan itu untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit. Tapi perempuan itu menjawab dengan gelisah, "maaf bukan saya tidak mau menjenguk ibu, tapi saya tidak bisa keluar rumah sebelum suami saya kembali. Sampaikan permintaan maaf saya ke ibu".
Sampai suatu hari ibunya meninggal, datang pula orang ke rumahnya untuk ngajak perempuan itu ke pemakaman ibunya sebagai penghormatan terakhir. Tapi karena suaminya belum juga pulang, perempuan itu meminta maaf gabisa keluar untuk ziarah ke pemakaman ibunya karena memegang amanah dari sang suami. 
Karena kesal orang tersebut mendatangi Rasulullah SAW untuk mengadukan permasalahannya "Wahai Rasulullah, wanita itu sangat keterlaluan, dari mulai Ibunya sakit hingga meninggal dunia dia tidak mau datang untuk menemui Ibunya". 
Rasulullah SAW bertanya "kenapa dia tidak mau datang?"
Orang itu menjawab, "Wanita itu mengatakan bahwa dia tidak mendapat izin untuk keluar rumah sebelum suaminya pulang berperang”, 
Rasulullah SAW tersenyum, kemudian beliau berkata “Dosa-dosa Ibu wanita tersebut diampuni Allah SWT karena dia mempunyai seorang puteri yang sangat taat terhadap suaminya”.
Gitu ceritanya, trus apa wanita itu dianggap durhaka sama ibunya kan engga. Itu kan jaman dulu ketika suaminya berperang dan gak ada komunikasi semudah sekarang. Kalau sekarang,misal suami uni bilang tolong jangan tinggalkan rumah sampai dia pulang kerja. Trus taunya mama sakit,kan uni bisa telpon ke suami izin buat jenguk mama pastilah dia ngizinin. Kalaupun engga,uni bisa telpon ke mama nanyain kabarnya gimana. Berbakti bisa dengan cara lain, ga harus 24 jam samasama. Dengan nelpon nanya kabar aja udah berbakti.
Kadang ada beberapa kasus yang ada di jaman dulu gabisa disesuaiin sma jaman sekarang yang udah modern.

G: gitu ya ma?

M: iya. Jadi jangan pernah mikir takut nikah karena takut ga berbakti sma mama papa.
karena menikah ga selalu tentang bahagia tapi menikah pasti membawa kebahagiaan.

G: ...

Jadi kepada siapa saya harus berbakti? Jelas yang pertama kepada orangtua. Tapi nanti suatu saat setelah menikah, kepada suami dan mertua yang perlu didahulukan dan bukan berarti kepada orangtua ga perlu berbakti malah itu wajib. Dan bisa berbakti dengan cara yang lain kalau jauh.
So, sekarang banyak-banyakin dulu berbakti sama mama papa and make them proud. 😂😂