Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Monday, 2 May 2016

Ummul Mukminin Maimunah, Wanita Terakhir yang Dinikahi Rasulullah

Allah ﷻ berfirman,

النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS:Al-Ahzab | Ayat: 6).

Ayat ini menjelaskan bahwasanya istri-istri Rasulullah ﷺ adalah ibunya orang-orang yang beriman. Rasulullah ﷺ memiliki 11 orang istri. Semuanya disebut sebagai ibu orang-orang yang beriman (Ummahatul Mukminin). Di antara istri beliau ﷺ adalah Ummul Mukminin Maimunah binti al-Haritsradhiallahu ‘anha.

Allah ﷻ sebut istri-istri Nabi ﷺ sebagai ibu orang-orang yang beriman. Tentu ironis, ketika kita –yang mengaku sebagai orang-orang yang beriman- lebih mengenal artis dari ibu kita sendiri. Sesuatu yang wajar kita tahu siapa ibu negara. Tidak tahu dengan ibu sendiri? Hmm..

Mari sejenak mengenal ibu kita, Ummul MukmininMaimunah binti al-Harist radhiallahu ‘anha.

💎Nasabnya

Beliau adalah Maimunah binti al-Harits bin Hazn bin Bujair bin al-Hazm bin Ruwaibah bin Abdullah bin Hilal. Ia dilahirkan pada tahun 29 sebelum hijrah dan wafat pada 51 H bertepatan dengan 593-671 M. Ibunya adalah Hindun binti Auf bin Zuhair bin al-Harits bin Hamathah bin Hamir.

Ummul Mukminin Maimunah binti al-Harits memiliki saudara-saudara perempuan yang luar biasa. Mereka adalah Ummul Fadhl Lubabah Kubra binti al-Harits, istri dari al-Abbas bin Abdul Muthalib. Kemudian Lubabah Sughra Ashma binti al-Harits, istri dari al-Walid bin al-Mughirah, ibunya Khalid bin al-Walid. Saudarinya yang lainnya adalah Izzah bin al-Harits. Ini saudari-saudarinya se-ayah dan se-ibu. Adapun saudarinya seibu adalah Asma binti Umais, istri dari Ja’far bin Abi Thalib (Muhibuddin ath-Thabari dalamas-Samthu ats-Tsamin, hal: 189).

💎Kedudukannya

Kedudukan beliau yang paling utama adalah istri Rasulullah ﷺ, di dunia dan di surga kelak. Beliau adalah ibunya orang-orang beriman. Saudari dari Ummul Fadhl, istri paman Rasulullah ﷺ, al-Abbas bin Abdul Muthalib. Bibi dari tokohnya para sahabat, Abdullah bin al-Abbas dan Khalid bin al-Walid,radhiallahu ‘anhum ajma’in (adz-Dzahabi dalam Siyar A’almin Nubala, 2/238).

Keutamaan lainnya, Ummul Mukminin Maimunah meriwayatkan sejumlah hadits dari Rasulullah ﷺ. 7di antaranya termaktub dalam Sahih al-Bukhari danShahih Muslim. Ada satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari sendiri. 5 hadits oleh Imam Muslim sendiri. Dari kedua imam ini saja ada 13 hadits yang diriwayatkan dari beliau (adz-Dzahabi dalam Siyar A’almin Nubala, 2/245). Hadits yang jadi amal jariyah beliau. Ilmu bermanfaat yang dibaca dan diamalkan kandungannya oleh kaum muslimin hingga akhir zaman.

Rasulullah ﷺ pernah memujinya dan saudari-saudarinya dengan sabda beliau ﷺ,

الأَخَوَاتُ مُؤْمِنَاتٌ: مَيْمُونَةُ زَوْجُ النَّبِيِّ، وَأُمُّ الْفَضْلِ بنتُ الْحَارِثِ، وسَلْمَى امْرَأَةُ حَمْزَةَ، وَأَسْمَاءُ بنتُ عُمَيْسٍ هِيَ أُخْتُهُنَّ لأُمِّهِنَّ

“Perempuan-perempuan beriman yang bersaudara adalah Maimunah istri Nabi, Ummul Fadhl binti al-Harits, Salma istrinya Hamzah (bin Abdul Muthalib), Asma binti Umais. Mereka semua saudara seibu.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 12012, al-Hakim dalam al-Mustadrak 6801 dan ia mengatakan shahih berdasarkan syarat Muslim. Al-Alabani juga mengomentari shahih dalam as-Silsilah ash-Shahihah1764).

Dari sini dapat kita ambil pelajaran, untuk mendapatkan jodoh yang baik, perlu kita berkaca dengan kedudukan dan kualitas diri. Maimunah ditahbiskan Rasulullah ﷺ sebagai wanita beriman. Ia juga memiliki lingkar keluarga yang luar biasa. Terdiri dari tokoh-tokoh para sahabat dan pemuka umat Islam. Maaf, kadang sebagian orang mengidamkan pasangan shaleh dan shalehah, tapi mereka tidak berusaha menjadikan diri mereka berkualitas.

💑Menikah dengan Manusia Terbaik

Ummul Mukminin Maimunah adalah janda dari Abi Ruhm bin Abdul Uzza. Saat “proses” dengan Rasulullah ﷺ, Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjadi comblang keduanya. Al-Abbas menawarkannya kepada Rasulullah ﷺ di Juhfah. Pernikahan digelar pada tahun 7 H (629 M) dan sekaligus menjadi pernikahan terakhir Rasulullah ﷺ.

Ada yang menyebutkan bahwa Maimunahradhiallahu ‘anha lah yang menawarkan diri kepada Nabi. Karena prosesi lamaran Nabi berlangsung saat Maimunah berada di atas tunggangannya. Maimunah berkata, “Tunggangannya dan apa yang ada di atasnya (dirinya) adalah untuk Allah dan Rasul-Nya. Lalu Allah ﷻ menurunkan ayat,

وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.” (QS:Al-Ahzab | Ayat: 50).

Disebutkan bahwa nama sebelumnya adalah Barrah. Lalu Rasulullah ﷺ menggantinya menjadi Maimunah.

📂Hikmah Pernikahan Rasulullah ﷺ dengan Maimunah

Pernikahan ini memberi berkah luar biasa bagi bani Hilal, keluarga Ummul Mukminin Maimunah. Bani Hilal lebih termotivasi dan tertarik memeluk Islam. Nabi Muhammad ﷺ menjadi bagian dari keluarga besar mereka. Hal ini menjadi dorongan besar untuk duduk dan mendengar sabdanya. Hingga mereka pun menyambut dan membenarkan risalahnya. Mereka memeluk Islam karena taat dan pilihan, bukan karena paksaan (Muhammad Fatahi dalamUmmahatul Mukminin, hal: 206).

Rasyid Ridha mengatakan, “Diriwayatkan bahwa paman Nabi, al-Abbas, yang menawarkan Maimunah kepada Nabi. Dan dia adalah saudari dari istri al-Abbas, Ummul Fadhl Lubabah Kubra. Atas permintaan Ummul Fadhl, al-Abbas meminangkannya untuk Nabi. Al-Abbas melihat maslahat luar biasa dari pernikahan ini, jika tidak tentu ia tak akan menaruh perhatian sedemikian besarnya” (Muhammad Rasyid Ridha dalam Nida’ lil Jinsi al-Lathif fi Huquqil Insan fil Islam, hal: 84).

🏡Rumah Tangga Maimunah dan Nabi

Ummul Mukminin Maimunah menyerahkan urusan pernikahannya kepada saudarinya, Ummul Fadhl. Lalu Ummul Fadhl mengajukannya kepada al-Abbas. Kalau dalam dunia percomblangan era sekarang, al-Abbas lah yang memegang biodata Maimunah lalu ia tawarkan kepada Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ menyambut tawaran pamannya. Lalu menikahi Maimunah dengan mahar 400 dirham (Ibnu Katsir dalam as-Sirah an-Nabawiyah, 3/439). Pelajaran dari sini, comblang seseorang juga menjadi faktor kualitas calon yang ia pilihkan. Comblang Maimunah adalah paman Rasulullah ﷺ, tidak tanggung-tanggung, manusia terbaik jadi calon yang ia pilihkan.

Dengan masuknya Maimunah binti al-Haritsradhiallahu ‘anha dalam lingkar ahlul bait, menjadi salah seorang istri Nabi ﷺ, maka ia memiliki peran besar dalam meriwayatkan kabar perjalanan hidup Rasulullah ﷺ. Sebagaimana firman Allah ﷻ,

وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS:Al-Ahzab | Ayat: 34).

Al-Baghawi mengatakan, “Maksud dari firman Allah ‘Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah’ adalah Alquran. Sedangkan ‘Hikmah’ menurut Qatadah adalah as-Sunnah. Dan Muqatil mengatakan, ‘Hukum-hukum dan wasiat-wasiat yang terdapat dalam Alquran’.” (al-Baghawi dalam Ma’alim at-Tanzil, 6/351).

Inilah di antara hikmah besar berbilangnya pernikahan Rasulullah ﷺ. Semakin banyak periwayat (dalam hal ini istri Nabi) yang meriwayatkan ucapan dan perbuatan Nabi ﷺ di dalam rumah tangganya, maka semakin kuat riwayat tersebut. Banyak hadits-hadits yang tidak kita temui dalam muamalah Nabi dengan para sahabat dan masyarakat, tapi kita dapati dalam muamalah Rasulullah ﷺ bersama para istrinya. Tentang mandi, wudhu, dan apa yang beliau lakukan di rumah. Tentang sunnah beliau saat hendak tidur, saat tidur, dan terjaga dari tidur. Tentang masuk dan keluar rumah. dll. Tidak ada yang bisa menceritakannya dengan detil, kecuali Ummahatul Mukminin radhiallahu ‘anhunna.

🌌Wafatnya Ibunda Maimunah

Ibunda Maimunah binti al-Harits radhiallahu ‘anhawafat di Sarif, wilayah antara Mekah dan Madinah. Beliau wafat pada tahun 51 H/671 M, di usia 81 tahun (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 8/140). Semoga Allah ﷻ meridhai beliau dan mengumpulkan kita bersama ibu kita –orang-orang yang beriman- di surganya kelak.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ berserta istri-istri dan keluarganya.

Cr: komunitas UPA
KisahMuslim.com

Friday, 22 April 2016

Sang Pejuang Islam Berhati Baja


Nusaibah Binti Ka'ab - Sahabiyah Ansar Yang Berhati Baja.

Silahkan dibaca dengan perlahan untuk di ambil ibrohnya...

Hari itu Nusaibah sedang berada di dapur.  Suaminya, Said sedang berehat di bilik tidur. 

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. 

Nusaibah menerka, itu pasti tentera musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di kawasan Gunung Uhud.

Dengan bergegas, Nusaibah meninggalkan apa yang sedang dilakukannya dan masuk ke bilik. 

Suaminya yang sedang tertidur dengan halus dan lembut dikejutkannya. “Suamiku tersayang,” 
Nusaibah berkata, “aku mendengar suara pelik menuju ke Uhud. Mungkin orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. 
Dia menyesal mengapa bukan dia yang mendengar suara itu. Malah isterinya. 

Dia segera bangun dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu dia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampiri. Dia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”

Said memandang wajah isterinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan padanya untuk pergi ke medan perang. 

Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju ke utara. 

Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. 

Senyum yang tulus itu semakin mengobarkan keberanian Said.

Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memerhatikan ibunya dengan pandangan cemas. 

Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda yang nampaknya sangat gugup.
“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru sahaja gugur di medan perang. 
Beliau syahid…”

Nusaibah tertunduk sebentar, “Inna lillah…..” gumamnya, 

“Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”

Setelah pemberi khabar itu meninggalkan tempat itu, Nusaibah memanggil Amar. 

Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu menangis?
Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih kerana tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. 
Mahukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

“Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terhapus.”

Mata Amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku ragu-ragu seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk membela agama Allah.”

Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. 

Di hadapan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayahku yang telah gugur.”

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Pagi-pagi seorang utusan pasukan Islam berangkat dari perkhemahan mereka menuju ke rumah Nusaibah. 

Setibanya di sana, wanita yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada khabar apakah gerangannya?” serunya gementar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “Apakah anakku gugur?”

Utusan itu menunduk sedih, “Betul….”

“Inna lillah….” Nusaibah bergumam kecil. 
Ia menangis.
“Kau berduka, ya Ummu Amar?”

Nusaibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatkan? 
Saad masih kanak-kanak.”

Mendengar itu, Saad yang sedang berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putera seorang ayah yang gagah berani.”

Nusaibah terperanjat. Ia memandang puteranya. “Kau tidak takut, nak?”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan itu.

Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya.

Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu akbar!”
Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nusaibah. 

Mendengar berita kematian itu, Nusaibah meremang bulu tengkuknya. “Hai utusan,” ujarnya, “Kausaksikan sendiri aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”

Sang utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau wanita, ya Ibu….”

Nusaibah tersinggung, “Engkau meremehkan aku kerana aku wanita? Apakah wanita tidak ingin juga masuk syurga melalui jihad?”

Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada. 

Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nusaibah. 
Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum. “Nusaibah yang dimuliakan Allah. Belum masanya wanita mengangkat senjata. 
Untuk sementara engkau kumpulkan saja ubat-ubatan dan rawatlah tentera yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.”

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera menenteng bekas ubat-ubatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. 

Dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang perajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terpercik darah di rambutnya. Ia memandang. 
Kepala seorang tentera Islam tergolek terbabat senjata orang kafir.

Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini. 

Apalagi ketika dilihatnya Nabi terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh, Nusaibah tidak dapat menahan diri lagi. 

Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang perajurit yang tewas itu. 
Dinaiki kudanya. 
Lantas bagaikan singa betina, ia mengamuk. 

Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. 

Hingga pada suatu waktu seorang kafir menghendap dari belakang, dan menebas putus lengan kirinya. Ia terjatuh terinjak-injak kuda.

Peperangan terus saja berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nusaibah teronggok sendirian. 

Tiba-tiba Ibnu Mas’ud menunggang kudanya, mengawasi kalau-kalau ada mangsa yang boleh ditolongnya. 

Sahabat itu, begitu melihat sekujur tubuh bergerak-gerak dengan payah, segera mendekatinya. 
Dipercikannya air ke muka tubuh itu. 

Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Isteri Said-kah engkau?”

Nusaibah samar-sama memerhatikan penolongnya. 
Lalu bertanya, “bagaimana dengan Rasulullah? Selamatkah baginda?”

“Baginda tidak kurang suatu apapun…”

“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan? 
Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”

“Engkau masih luka parah, Nusaibah….”

“Engkau mahu menghalangi aku membela Rasulullah?”

Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. 
Dengan susah payah, Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. 

Banyak musuh yang dijungkirbalikannya . 
Namun, kerana tangannya sudah kudung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus. 

Gugurlah wanita itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.

Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. 

Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nusaibah, wanita yang perkasa.”

Subhanallah.
Allahu akbar...
Allahu akbar...
Allahu akbar....

Tanpa perjuangan yg luar biasa dr para sahabat Nabi, mustahil agama Islam sampai kepada kita sekarang, dengan tenang dan damai.
Kita semua berhutang besar kepada mereka.
Mari kita bermunajat kepada Allah utk mendoakan mereka:
Semoga Allah Azza Wa Jalla menempatkan mereka semua di surga disamping Rasulullah. Dan semoga kita bisa bertetangga dg mereka.
Aamiin.

Cr: sharing session 'io